Recent in Sports

Headline

recent

Membangkit Tradisi Dalam Membina Generasi Muda Ala Minangkabau Dahulu


Seni dan Budaya di Ranah Minang dahulu sudah menjadi bahan kegiatan sehari hari. Hal yang di sebut saat ini dengan tradisi dan budaya merupakan perilaku kehidupan harian masyarakat Minangkabau tempo dulu.

Seperti Silat,saat ini silat menjadi salah satu olah raga beladiri. Yang selalu tampil di setiap kompetisi baik lokal,nasional bahkan internasional. Dulu Silat merupakan pembelajaran penting bagi generasi muda Minangkabau dalam menempa kepribadian dan fisik.

Surau merupakan sasaran silat/tempat berlatih silat.Generasi muda Minang tempo dulu identik dengan surau tempat menimba ilmu. Dari mengaji,bersilat sampai belajar seni pantun dan tata cara melakoni kehidupan sehari hari.

Selain surau lapau juga bagian terpenting dalam perjalanan penempaaan kejiwaan generasi ranah bundo ini. Sebelum memulai aktifitas sehari hari,rata rata sarapan pagi masyarakat Minangkabau di lapau. Segelas Kopi,teh manis atau yang khas dengan teh telur menjadi menu utama. Makanan berat berupa nasi ketan dan lontong sayur pengganjal perut sebelum menuju ladang,sawah atau lokasi dimana mereka mencari nafkah.

Dimana usai subuh sebelum matahari beranjak naik lapau menjadi sasaran tempat mengganjal perut sebelum bertebaran di muka bumi mengais rezeki buat keluarga.Sambil menikmati seduhan minum pagi,lapau menjadi ajang diskusi berbagai hal. Mulai dari soal pekerjaan sampai perkembangan zaman yang terjadi.

Setelah sarapan usai yang petani menuju sawah atau ladang. Pedagang menuju pasar atau tempat mereka berjualan,juga yang berprofesi lain akan mulai beraktifitas.

Bagi petani disini kita akan menjumpai sebuah tradisi yang saat ini terbilang unik,yaitu minum kawa. Dahulu minum kawa ini adalah waktu jedah kerja. Saat istirahat pertengahan waktu pagi dan siang atau siang dan sore. Kalau di kira dengan jam sekira jam 10,00 wib dan sorenya jam 15,00 wib.

Istilah minum kawa ini bermula dengan nama minuman yang di sediakan buat pekerja baik di ladang,disawah atau tempat lainnya berasal dari air daun kawa. Daun kawa itu adalah daun kopi yang di keringkan dan di rebus. Mengeringkannyapun di sangrai di bawah pagu(temapt menyimpan kayu bakar di dapur).

Mengkonsumsi daun kawa alias daun kopi konon dimulai zaman VOC. Dimana buah kopi dikuasai kompeni dagang Belanda. Hanya daun jadi pelepas candu kopi bisa di nikmati masyarakat waktu itu. Dan saat ini kembali membooming dengan label tradisi dan budaya leluhur.

Air rebusan daun kawa dahulunya di masak dengan periuk tanah. Disimpan di dalam tabung dari labu yang sudah tua dan di hidangkan dengan tempurung kelapa. Hal ini mungkin dulu itu baru adanya media buat masak sampai terhidang. Saat ini sudah banyak periuk besi,teko dan gelas kaca.

Selepas beraktifitas seharian,sebelum maghrib menjelang masyarakat minang sudah mulai merapat menuju surau atau masjid untuk bersiap beribadah berjamaah. Tidak lupa sebelum menuju Surau atau masjid makan dahulu. Hal ini di buktikan dengan istilah makan ka surau. Sekitaran jam 17.00 wib porsi makan sudah siap disantap. Tidak ada yang namanya makan malam di rumah. Sekarang cara ini menjadi salah satu cara diet kalangan elite. Padahal dahulu sudah berlaku di Ranah Minang dengan sebutan makan kasurau.

Program maghrib mengaji saat ini juga terinisiatif dari hal maghrib ka surau tempo dulu. Usai Sholat Maghrib,anak muda atau anak jolong gadang akan belajar tulis baca Alquran. yang tua tua akan belajar mengaji agama dengan ulama atau buya yang menjadi tuo surau/masjid. Ini berjalan sampai waktu Isya masuk.

Selesai Isya,turun kehalaman buat berlatih silat. Berlatih silat selain buat pertahanan diri,juga melatih disiplin dalam berkehidupan. Anak muda Minang tempo dulu rata rata yang mengenyam pendidikan surau sudah pasti menguasai ilmu silat. Sumber dari surau inilah yang melahirkan filosofi silat itu "dilahia mancari kawan di bhatin mancari Tuhan" Lahiriahnya buat memperbanyak teman. Didalam hati mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.

Usai latihan silat sebelum amata mengantuk mereka biasa latihan berbalas pantun. Berbalas pantun merupakan seni berkata kata tradisi daerah ini semenjak dahulu.

Seiring perjalanan waktu dan perubahan zaman,hal ini sudah sulit di temukan lagi di Minangkabau. Anak laki laki sudah tidur di rumah orang tua. Mengaji di MDA dengan jam siang. Faktor sekolah umum pun ikut andil dalam menghabisi tradisi ini. Karena jam belajar sudah menyita waktu.

Silat sudah kalah gengsi dengan beladiri import. Minum kawa berganti dengan minum kopi ndi coffeeshop. Tidak ada lagi tradisi maanta minum kawa kelokasi kerja. Jika capek atau haus cukup cari warung kopi terdekat.

Tak heran jika melihat atraksi silat seakan melihat film di tv. Jadi tontonan umum. Bahkan minum kawa daun pun sudah menjadi ajang di pagelarans eni atau festival. Seakan ini hanya seni,bukan bagian dari perjalanan kehidupan masyarakat Minangkabau.

Silat yang dahulu buat berthan bukan mencari lawan,sekarang masuk ranah pertandingan. Hingga ada istilah silat tuo dan silat kompetisi. Mungkin karena silat tuo dari dahulu tidak kenal kompetisi.

Filosofi berlatih silat bukan untuk pamer atau unjuk kebolehan membuat para pesilat terdahulu tidak mau tampil di gelanggang ramai. Dilahi mancari kawan di bhatin mancari Tuhan. piyuah ini yang mengekang pesilat terdahulu sehingga sulit untuk bisa jadi ajang kompetisi.

Untuk tampil di gelanggang ramai mereka hanya menggunakan yang namanya pencak atau seni bersilat. Seni silat dipadukan untuk gerak tari seperti tari gelombang dalam penyambutan tamu atau randai tradisi bertutur dan riak silat.

Saat ini gerakan baliak kasurau mulai di gencarkan.Secara lahiriah mungkin banyak yang menafsirkan Setiap anak muda laki laki Minagkabau kembali tidur di surau, "tidak". Babaliak kasurau itu bagaimana tradisi dari maghrib,isya dan subuh bisa berjamaah.

Dari maghrib sampai isya waktu dimana berdiam dimasjid atau surau. TPA Surau maupun masjid di hidupkan. Selain tempat belajar Alquran juga salah satu cara membiasakan hadir di masjid atau surau setiap malam bagi anak anak generasi penerus bangsa ini.

Jika hal ini bisa di kondisikan dengan baik,pembinaan generasi muda yang berakhlak dan bermoral bisa terlaksana dengan baik.Tingkat kenakalan dan kriminalisasi remaja bisa di tekan sekecil mungkin. Rasanya tidaklah menyita waktu dalam aktifitas lain jika melakukan hal ini. Apalagi anak anak yang sekolahnya di sekolah umum. Selain di sekolah belajar agama di rumah dengan didika TPA surau dan masjid mereka juga mendapat bekal ilmu agama.

Tidak semua masyarakat mampu menyekolahkan anak mereka di bording school yang saat ini banyak tumbuh.(jika ada yang kurang pada tempatnya tulisan ini mohon saran dan kritikan buat yang lebih baik dari pembaca. Tidak ada yang sempurna di muka bumi ini. Kesempurnaan hanya milik penuh sang Pencipta.)
loading...
Membangkit Tradisi Dalam Membina Generasi Muda Ala Minangkabau Dahulu Reviewed by syafrizal ambo on 12.50 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by Ranah Galamai © 2018 - 2019
Supported by Berita Sumbar dan Medianers

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.